Jumat, 05 April 2013

SEJARAH ALAT MUSIK KARINDING part 2
Awalnya karinding adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk mengusir hama di sawah—bunyinya yang low decible sangat merusak konsentrasi hama. Karena ia mengeluarkan bunyi tertentu, maka disebutlah ia sebagai alat musik. Bukan hanya digunakan untuk kepentingan bersawah, para karuhun memainkan karinding ini dalam ritual atau upaca adat. Maka tak heran jika sekarang punkarinding masih digunakan sebagai pengiring pembacaan rajah. Bahkan, konon, karinding ini digunakan oleh para kaum lelaki untuk merayu atau memikat hati wanita yang disukai. Jika keterangan ini benar maka dapat kita duga bahwa karinding, pada saat itu, adalah alat musik yang popular di kalangan anak muda hingga para gadis pun akan memberi nilai lebih pada jejaka yang piawai memainkannya. Mungkin keberadaannya saat ini seperti gitar, piano, dan alat-alat musik modern-popular saat ini.
Beberapa sumber menyatakan bahwa karinding telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika kecapi telah berusia sekira lima ratus tahunan maka karinding diperkirakan telah ada sejak enam abad yang lampau. Dan ternyata karinding pun bukan hanya ada di Jawa Barat atau priangan saja, melainkan dimiliki berbagai suku atau daerah di tanah air, bahkan berbagai suku di bangsa lain pun memiliki alat musik ini–hanya berbeda namanya saja. Di Bali bernama genggong, Jawa Tengah menamainya rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat di “luar” menamainya dengan zuesharp ( harpanya dewa Zues). Dan istilah musik modern biasa menyebut karinding ini dengan sebutan harpa mulut (mouth harp). Dari sisi produksi suara pun tak jauh berbeda, hanya cara memainkannya saja yang sedikit berlainan; ada yang di trim (di getarkan dengan di sentir), di tap ( dipukul), dan ada pula yang di tarik dengan menggunakan benang. Sedangkan karinding yang di temui di tataran Sunda dimainkan dengan cara di tap atau dipukul.
Karinding umumnya berukuran: panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Namun ukuran ini tak berlaku mutlak; tergantung selera dari pengguna dan pembuatnya—karena ukuran ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bunyi yang diproduksi.
Karinding terbagi menjadi tiga ruas: ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karindingdiketuk dengan jari. Dan ruas ke tiga (paling kiri) berfungsi sebagai pegangan.
Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, lalu memukul atau menyentir ujung ruas paling kanan karindingdengan satu jari hingga “jarum” karinding pun bergetar secara intens. Dari getar atau vibra “jarum” itulah dihasilkan suara yang nanti diresonansi oleh mulut. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot–nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.

SEJARAH ALAT MUSIK KARINDING part1



Sejarah Alat Musik Karinding dan Perkembangannya.Pada mulanya karinding adalah merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengusir hama tanaman karena karakter bunyi yang dikeluarkan terdengar mendengung dengan nada low decibel. Diperkirakan telah ada sejak beberapa abad yang lalu. Beberapa pengamat sejarah Sunda berpendapat bahwa alat musik ini berasal dari kebudayaan pada zaman kerajaan Pajajaran. Selain digunakan untuk mengusir hama, alat musik ini pun dipakai sebagai musik pengiring pada beberapa ritual adat masyarakat.

Karinding terbagi menjadi tiga bagian yaitu pada  ruas pertama di ujung sebelah kanan yang menjadi tempat  untuk mengetuk karinding sehingga menimbulkan resonansi pada ruas tengah. Kemudian, di ruas tengah terdapat bagian  guratan bambu yang dipotong tipis sehingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Bagian ujung paling kiri  berfungsi sebagai pegangan.

Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, kemudian  pada ujung ruas paling kanan karinding diketuk dengan satu jari hingga  karinding pun bergetar secara beraturan yang kemudian diresonansi oleh mulut si pemain. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional—menurut penuturan Abah Olot, nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.

Pamor Karinding beberapa tahun belakangan tidak terlepas dari peran komunitas metal scene Bandung seperti komunitas Ujungberung Rebel yang mana beberapa personil dari band beraliran cadas berinisiatif membentuk sebuah grup musik tradisi bernama Karinding Attack pada tahun 2009 dengan memainkan alat-alat kesenian sunda buhun yang salah satunya adalah karinding. Beberapa event musik lokal  bagi band cadas seperti  "Bandung Berisik" kerap memberikan ruang bagi kesenian tradisi ini untuk berkolaborasi dengan beberapa band dalam rangka turut melestarikan seni budaya daerah.


CALUNG KESENIAN JAWA BARAT


pemain calungCalung adalah alat musik Sunda yang merupakan purwarupa dari Angklung. Alat musik ini sama-sama terbuat dari bambu. Namun berbeda dengan Angklung, Calung di mainkan dengan cara di pukul, sedang Angklung memainkannya dengan cara di goyangkan. Dalam perkembanganya, saat ini calung lebih mengarah kepada calung dangdut (caldut) lagu maupun musiknya ditambah drum, gitar, keybord dan memakai tata lampu untuk menambah ramai pertunjukannya. Kini telah banyak bermunculan grup-grup calung di masyarakat Bandung, misalnya Ria Buana, Layung sari dan Glamor dan masih banyak lagi. Seperti halnya Angklung, Calung juga banyak di jual untuk kebutuhan oleh-oleh para wisatawan. Mungkin Calung bisa di Jadikan oleh-oleh souvenir untuk anda, sekaligus anda belajar melestarikan kebudayaan indonesia.
gitar

Gitar adalah sebuah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik, umumnya menggunakan jari maupun plektrum. Gitar terbentuk atas sebuah bagian tubuh pokok dengan bagian leher yang padat sebagai tempat senar yang umumnya berjumlah enam didempetkan. Gitar secara tradisional dibentuk dari berbagai jenis kayu dengan senar yang terbuat dari nilon maupun baja. Beberapa gitar modern dibuat dari materialpolikarbonat. Secara umum, gitar terbagi atas 2 jenis: akustik dan elektrik.
Gitar akustik, dengan bagian badannya yang berlubang (hollow body), telah digunakan selama ribuan tahun. Terdapat tiga jenis utama gitar akustik modern: gitar akustik senar-nilongitar akustik senar-baja, dan gitar archtop. Gitar klasik umumnya dimainkan sebagai instrumen solo menggunakan teknik fingerpicking komprehensif.
Gitar elektrik, diperkenalkan pada tahun 1930an, bergantung pada penguat yang secara elektronik mampu memanipulasi bunyi gitar. Pada permulaan penggunaannya, gitar elektrik menggunakan badan berlubang (hollow body), namun kemudian penggunaan badan padat (solid body) dirasa lebih sesuai. Gitar elektrik terkenal luas sebagai instrumen utama pada berbagai genre musik seperti bluescountryreggaejazzmetal,rock, dan berbagai bentuk musik pop.
Kata ‘gitar’ atau guitar dalam bahasa Inggris, pada mulanya diambil dari nama alat musik petik kuno di wilayah Persia pada kira-kira tahun 1500 SM yang dikenal sebagai citar atau sehtar. Alat musik ini kemudian berkembang menjadi berbagai macam model gitar kuno yang dikenal dengan istilah umum tanbur. Pada tahun 300 SM Tanbur Persia dikembangkan oleh bangsa Yunani dan enam abad kemudian oleh bangsa Romawi (Bellow, 1970:54-55). Pada tahun 476M alat musik ini dibawa oleh bangsa Romawi ke Spanyol dan bertransformasi menjadi: (1) guitarra Morisca yang berfungsi sebagai pembawa melodi, dan (2) Guitarra Latina untuk memainkan akor. Tiga abad kemudian bangsa Arab membawa semacam gitar gambus dengan sebutan al ud ke Spanyol (Summerfield, 1982:12). Berdasarkan konstruksi al ud Arab dan kedua model gitar dari Romawi tersebut, bangsa Spanyol kemudian membuat alat musiknya sendiri yang disebut vihuela. Sebagai hasilnya, vihuela menjadi populer di Spanyol sementara alat-alat musik pendahulunya sedikit demi sedikit ditinggalkan. Walaupun demikian al ud dibawa orang ke negara-negara Eropa Barat dan menyaingi popularitas vihuela di Spanyol. Di Eropa al ud disambut dengan baik dan berkembang menjadi berbagai model lute Eropa hingga kira-kira akhir abad ke-17. Sementara itu vihuela berkembang terus menjadi berbagai macam gitar selama berabad-abad hingga akhirnya menjadi gitar klasik yang digunakan pada saat ini.
Keaslian gitar tidak dapat dilihat dari keantikannya. Beberapa ahli merasa alat ini berasal dari benua Afrika, dimana banyak replika modern dalam bentuk kotak bulat seperti kulit kerang dengan Gut / benang benang sutera, di banyak daerah benua itu. Ahli lain menemukan alat ini dalam bentuk kaca di relief relief batu tua di zaman Asia Tengah dan Asia Kuno. Bahan pemikiran lain juga timbul dengan ditemukannya vas vas Yunani Kuno yang bercorak. Greek Strings mungkin adalah alat pertama yang dikatagorikan sebagai gitar. Gitar modern kemungkinan berakar dari gitar Spanyol, tetapi berbagai jenis gitar seperti instrumen instrumen yang kita bisa saksikan dilukisan lukisan pada zaman Medieval dan Renaiassance yang banyak terdapat diseluruh Eropa.

Sejarah Angklung


Sejarah Alat Musik Angklung

Angklung adalah salah satu alat musik tradisional warisan nusantara yang dikembangkan oleh para leluhur kita di masa lalu. Sebagai bangsa indonesia, kita sudah sepatutnya kaya bahwa negara kita penuh dengan warisan budaya yang begitu kaya dan kini warga negara asing pun banyak yang tertarik untuk mempelajari musik angklung.






Alat musik angklung adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan didesain sedemikian rupa oleh penciptanya untuk menghasilkan suara yang indah dan enak untuk didengar. Nada yang dapat dimainkan oleh angklung sangat beragam, selain itu alat musik angklung dapat dikolaborasikan pula dengan aransemen musik yang lain. Kini, alat musik angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Pengakuan ini sangatlah dirasa penting bagi Indonesia karena berguna untuk menghindari pengakuan bangsa lain atas khasanah budaya bangsa yang kita miliki.
Dalam wikipedia, dijelaskan bahwa angklung adalah alat musik tradisional yang pertama kali berkembang pada masyarakat berbahasa sunda di Jawa Barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Non Bendawi Manusia dari Unesco sejak November 2010.
Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). MasyarakatBaduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di JasingaBogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.
Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1996 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Kini, sebagai penghormatan pada budaya bangsa, untuk kesekian kalinya SMP laboratorium UPI kembali menghadirkan La Bamboos 2012 sebagai ajang menunjukkan keahlian dalam memainkan musik angklung. Melalui event ini diharapkan bahwa generasi muda akan semakin tinggi tingkat apresiasi nya terhadap musik tradisional warisan nenek moyang kita sendiri.